Sebelumnya dimuat di Media Indonesia, 4 Januari 2021

Wabah COVID-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 dipercaya berdampak pada berbagai dimensi kehidupan personal maupun kolektif umat manusia secara global, tak terkecuali di Indonesia. Selain berdampak langsung pada kesehatan, COVID-19 telah membuat kondisi ekonomi Indonesia mengalami anjlok. Indonesia secara resmi mengalami resesi sejak kuartal ketiga 2020.

Dalam perspektif ekonomi-politik, anjloknya ekonomi nasional biasanya berdampak negatif pada kehidupan politik sebuah negara-bangsa. Sebaliknya, kondisi politik nasional juga akan berdampak langsung terhadap prospek kebangkitan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, menjadi penting untuk dikaji lebih jauh sejauhmana resesi ekonomi akibat wabah Covid-19 ini mempengaruhi kondisi politik di Indonesia? Sejauhmana kondisi politik nasional saat ini terhadap prospek kebangkitan ekonomi nasional?

Merujuk pada data-data empiris yang ada, kondisi resesi ekonomi akibat Covid-19 memang telah mengakibatkan menurunnya kualitas demokrasi di sejumlah negara. Study dari V-Dem (Varieties of Democracy), lembaga independent yang mengamati perubahan perilaku demokrasi di dunia secara komparatif, menunjukkan besarnya efek wabah Covid-terhadap kinerja demokrasi. Sejumlah negara demokrasi lama, seperti India dan Filipina, mulai tergelincir kea rah autoriatarinisme.

Namun, sejauh ini demokrasi Indonesia masih cukup stabil. Di tengah beratnya upaya penanganan wabah dan resesi ekonomi, pemerintah dan masyarakat Indonesia masih mampu menjaga elemen-elemen dasar demokrasi, seperti kebebasan berbicara, terlaksananya pilkada secara bebas dan demokratis dan pers yang relative bebas. Data-data riset opini public nasional yang dikumpulkan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) selama periode pandemic, Maret-Desember 2020, mengkonfirmasi hal tersebut.

Secara ringkas, data-data politik Indonesia menggambarkan optimisme. Hingga akhir 2020, tidak terlihat ada resiko politik yang benar-benar mengancam legitimasi politik pemerintah dan menurunnya kondisi keamanan secar drastis. Stabilitas politik yang relative baik memberi kesempatan kepada pemerintah dan masyarakat untuk mengakselerasi kebangkitan ekonomi nasional di tahun 2021.

Sentimen Publik atas Kondisi Ekonomi

Resesi ekonomi Indonesia saat ini berbeda dengan situasi krisis 1998. Pada 1998 penyebabnya adalah aktor-aktor ekonomi eksternal. Dampak paling berat dialami perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kewajiban utang ke pihak eksternal, sementara pelaku ekonomi mikro dan kecil relative lebih stabil. Bahkan pelaku usaha mikro menjadi sumber kekuatan yang menopang ketahanan ekonomi nasional. Saat ini, dampak paling besar justru dirasakan kalangan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Ini terjadi karena keputusan yang dibuat di dalam negeri sendiri yang menghentikan Sebagian besar aktivitas ekonomi melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Penghentian paksa kegiatan ekonomi telah menyebabkan penurunan kondisi ekonomi masyarakat secara cepat. Ini tercermin dari penilaian warga terhadap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional yang turun secara dalam. Bahkan, persepsi negatif publik pada kondisi ekonomi nasional sekarang adalah yang paling negatif sepanjang Republik mengalami reformasi. Sekitar 79% warga menilai kondisi ekonomi nasional sekarang lebih buruk dibanding tahun lalu. Sentimen negatif atas ekonomi nasional ini menurun dibanding masa-masa awal pandemi yang mencapai 92% (12-16 Mei 2020), tapi masih sangat tinggi.

Namun demikian, meskipun ekonomi masih berat sekarang publik secara umum optimistis dengan ekonomi nasional setahun ke depan. Warga secara umum masih memiliki harapan cukup besar aka nada perbaikan kondisi ekonomi Indonesia ke depan.

Survei pada akhir Desember 2020 menunjukkan lebih banyak warga yang menilai ekonomi nasional setahun ke depan akan lebih baik atau jauh lebih baik (53%) dibanding yang menilai akan menjadi lebih buruk atau jauh lebih buruk (15%).

Optimisme warga ini menguat dibanding hasil survei tujuh bulan sebelumnya (5-6 Mei 2020) di mana yang merasa optimistis hanya 27%. Ini konsisten dengan kenyataan bahwa—meskipun masih negatif—pertumbuhan ekonomi Kuartal III 2020 lebih baik dibanding Kuartal II 2020, dan diperkirakan akan kembali membaik di Kuartal IV 2020 dan 2021.

Modal politik untuk bangkit

Kondisi ekonomi yang cukup berat selama tahun 2020 tidak menurunkan kualitas demokrasi dan iklim politik nasional. Ini terlihat dari sejumlah indicator penting. Pertama, sentimen publik terhadap arah negara-bangsa. Mayoritas masih menilai bahwa negara-bangsa sedang berjalan ke arah yang benar. Ini adalah modal legitimasi paling dasar yang sangat dibutuhkan pemerintah.

Penilaian ini sempat turun pada awal Oktober 2020, hingga mencapai 45%. Ini angka terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Penurunan ini terjadi akibat aksi demonstrasi massa di sejumlah wilayah terkait pengesahan UU Cipta Kerja. Namun, sentimen positif warga perlahan pulih hingga akhir Desember 2020 (65%).

Kedua, penilaian atas kondisi politik dan keamanan nasional yang relative positif, meski mengalami fluktuasi. Dalam survei terakhir, warga yang menilai baik/sangat baik atas kondisi politik nasional sekitar 33%, yang menilai buruk/sangat buruk 29% dan 27% menilai sedang. Ini berarti kondisi politik berjalan secara wajar dan tidak terlalu mengkhawatirkan.

Sementara dalam masalah keamanan, warga umumnya (60%) menilai kondisi keamanan nasional sekarang dalam keadaan baik/sangat baik. Ini menandakan bahwa meskipun masih ada sejumlah peristiwa kekerasan di beberapa wilayah di Indonesia, mayoritas warga Indonesia merasakan stabilitas di dalam masyarakat dan tidak merasakan adanya ancaman serious bagi keselamatan diri dan masyarakatnya.

Ketiga, Tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden Jokowi cukup tinggi. 74% warga mengaku puas dengan kinerja presiden Jokowi. Ini angka approval rating yang cukup tinggi di tengah kondisi pandemic dan kondisi resesi ekonomi. Bahkan, 75% warga masih percaya bahwa presiden Jokowi akan mempu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi akibat pandemic.

Tingkat kepuasan  dan keyakinan terkadap Presiden yang cukup tinggi pada akhir 2020 ini adalah modal politik penting untuk tahun 2021. Dengan modal politik seperti ini, Presiden akan memperoleh dukungan public yang sangat kuat untuk mengambil dan menjalankan kebijakan-kebijakan penting terkait penanganan covid-19 dan akselerasi pemulihan ekonomi nasional di tahun 2021.

Prospek 2021

Wabah COVID-19 menghantam kita sebagai negara-bangsa. Namun demikian, warga pada umumnya masih positif dalam menilai arah perjalanan bangsa dan merasa optimistis dengan kondisi ekonomi setahun ke depan.

Kebangkitan ekonomi Indonesia membutuhkan dukungan stabilitas politik yang cukup. Data-data politik tahun 2020 menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia cukup liat dan lentur untuk beradaptasi dengan situasi.

Tantangannya adalah sejauhmana partai-partai politik di dalam koalisi bisa turut memperkuat iklim politik supaya lebih kondusif. Sejumlah kebijakan terobosan di sector ekonomi, seperti UU Cipta Kerja, membutuhkan prasyarat stabilitas politik yang kuat. Di sini peran partai politik menjadi semakin sentral.

Dari sisi kinerja pemerintah, public cukup optimis. Mayoritas warga merasa puas dengan kinerja pemerintah dan percaya pemerintah akan mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi akibat COVID-19. Ini modal politik yang penting bagi pemerintah dalam menjalankan tugasnya ke depan. Publik umumnya masih menaruh harapan yang besar kepada pemerintah untuk dapat mengatasi masalah ekonomi yang sangat berat saat ini.

Peta kekuatan partai politik dan sentimen publik terhadap prospek kepemimpinan nasional diperkirakan masih akan terus berubah. Perubahan sikap dan kecederungan perilaku pemilih masih sangat mungkin terjadi mengingat pemilu mendatang masih cukup lama (2024).

Deni Irvani, M.Si (Institut Pertanian Bogor)
Bidang Keahlian: Statistik dan Modeling
Deni Irvani menjaga kualitas riset-riset yang dilakukan SMRC berbasis metodologi yang tepat dan analisa statistik yang ketat. Ia menguji instrumen penelitian, mengembangkan model-model algoritma dan analisa statistik yang cocok sesuai dengan jenis-jenis penelitian yang dil-akukan. Setelah menyelesaikan program Sarjana dan Master dalam bidang Statistika di Institut Pertanian Bogor, Deni pernah bekerja sebagai research executive di Tempo Inti Media selama empat tahun, dan menjadi peneliti di Lembaga Survei Indonesia (LSI) selama lima tahun. Selama berkarir ia telah menangani ratusan penelitian, khususnya yang berkaitan dengan perilaku pe-milih dan melaksanakan Quick Count untuk sejumlah Pemilihan Kepala Daerah, Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden.

Tinggalkan Komentar