Suara Saiful Mujani terdengar bergetar. Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) itu tampak emosional saat menyampaikan pidato usai menerima Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) 2017 untuk kategori pemikiran sosial yang diberikan Aburizal Bakrie (22/8) di Jakarta.
“Saya senang karena apa yang saya cintai dihargai,” kata Saiful terharu yang langsung disambut tepuk tangan para hadirin.
Dalam pidatonya itu, dengan merendah Saiful mengatakan ia tidak tahu bagaimana masyarakat menilai riset-riset politik berbasis survei yang dilakukannya selama 15 tahun terakhir. PAB dalam hal ini adalah bukti bahwa apa yang dilakukannya ternyata diapresiasi. Untuk itu, Saiful mengucapkan terima kasih kepada anak-anak mendiang Achmad Bakrie karena telah menghargai pekerjaan yang sangat dicintainya itu.
“Mudah-mudahan ilmu politik Indonesia menjadi lebih maju. Tidak terbatas pada kasak-kusuk di antara sesama teman atau gosip saja,” pungkas Saiful mengakhiri pidatonya.
PAB adalah anugerah yang diberikan atas karya pemikiran, keilmuan, dan kesenian kepada sosok-sosok terbaik dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan serta mereka yang telah membaktikan hidupnya di bidang kemanusiaan. PAB sendiri pertama kali diselenggarakan pada 2003. Pada PAB ke-15 kali ini, selain Saiful Mujani ada tiga nama lain yang juga mendapat anugerah yang sama dengan kategori masing-masing, Terawan Agus Putranto (bidang kedokteran), Ebiet G. Ade (bidang kebudayaan populer alternatif), dan Nadiem Makarim (bidang teknologi dan kewirausahaan).
Ini bukan kali pertama Saiful memperoleh penghargaan. Pada tahun 2010, misalnya, Saiful menjadi satu-satunya orang Asia yang memperoleh penghargaan Franklin L. Burdette/Pi Sigma Alpha Award dari American Political Science Association. Penghargaan bergengsi dari Asosiasi Ilmu Politik Amerika (APSA) ini pernah diraih ilmuwan ternama Samuel Huntington, Mancur Olson, dan Sidney Tarrow.
Kali ini Saiful terpilih memperoleh PAB karena sejumlah alasan. Pertama, penelitiannya di bidang politik dianggap memiliki kontribusi mengubah cara pandang dalam memahami politik Indonesia. Sekedar informasi, dalam riset-risetnya, Saiful memperkenalkan metode yang tidak pernah digunakan sebelumnya pada masa Orde Baru, yaitu survey opini publik. Metode yang dianggap hanya mungkin digunakan pada negara demokratis itu menandai pergeseran narasi dalam ilmu sosial dan ilmu politik Indonesia yang sebelumnya cenderung menempatkan elite sebagai pusat. Keahlian Saiful membuat analisa politik berbasis survei prilaku pemilih tersebut menarik perhatian partai politik dan politisi. Studi-studi Saiful kemudian menjadi rujukan bagi partai politik dan politisi dalam memahami realitas pemilih, utamanya pada masa pilkada maupun pilpres.
Pendekatan yang ditawarkan Saiful juga dianggap berkontribusi mengubah cara pandang dalam memahami politik Indonesia, terutama prilaku pemilih. Sebelumnya, studi politik Indonesia didominasi dengan penjelasan bahwa prilaku politik masyarakat Indonesia secara umum dipengaruhi dari mana asal-usul dan kelompok sosial pemilih tersebut. Dalam pendekatan yang dirintis ilmuwan sosial ternama Clifford Greertz itu, masyarakat Indonesia secara umum dikelompokkan ke dalam 3 aliran, yaitu santri, priyayi, atau abangan. Dalam skema itu, diasumsikan perilaku politik kelompok santri akan cenderung memilih partai Islam, sementara priyayi dan abangan akan memilih partai nasionalis atau sekuler. Inilah yang dalam khazanah ilmu politik Indonesia popular disebut politik aliran.
Berangkat dari penjelasan psikologis dan kalkulasi rasional, Saiful menawarkan cara pandang baru. Menurutnya prilaku memilih bukan dipengaruhi latar belakang aliran atau kelas sosial tertentu, tapi sejauh mana pemilih tumbuh dan tersosialisasi dalam komunitas politik tertentu, seperti keluarga, misalnya. Dengan kata lain, bila seorang pemilih tumbuh dalam keluarga partai Islam, maka aspirasi politiknya cenderung mengarah ke partai Islam.
Terkait kalkulasi rasional, pilihan seseorang terhadap partai politik atau calon presiden sangat dipengaruhi oleh bagaimana pemilih mengevaluasi kinerja partai yang didukungnya atau calon yang sedang berkuasa dengan mekanisme reward dan punishment. Kalau evaluasinya positif, maka partai atau calon akan dipilih kembali sebagai bentuk reward. Bila sebaliknya, mekanisme punishment yang berlaku.
Selain itu, Saiful juga membawa pendekatan survei dalam studi-studi sosial dan politiknya. Tradisi yang baru berkembang di AS pada 1960-an itu mendapat relevansinya ketika transisi demokrasi semakin menguat setelah reformasi. Adapun pendekatan yang lazim digunakan dalam kajian ilmu sosial pada masa Orde Baru adalah area studies, antropologi, atau sejarah.
Sumber foto: Viva