Sebanyak 33 persen publik menginginkan presiden baru mengubah Program Presiden Jokowi. Sementara mayoritas publik, 57 Persen, ingin presiden baru bisa melanjutkan program yang telah dijalankan Pemerintahan Jokowi. 10 persen sisanya belum menjawab.
Demikian hasil survei SMRC bertajuk ‘Keberlanjutan vs Perubahan; Persepsi Pemilih Kritis’. Survei yang dilakukan pada 2-5 Mei 2023 itu dipresentasikan oleh Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, melalui kanal YouTube SMRC TV pada Selasa, 9 Mei 2023.
Video presentasi tersebut bisa disimak di sini: https://youtu.be/m1QNOsnUIbA
Materi presentasi survei bisa diakses di sini: https://saifulmujani.com/keberlanjutan-vs-perubahan-persepsi-pemilih-kritis/
Deni menjelaskan bahwa sikap pemilih kritis ini konsisten dalam 2 kali survei (April 2023 dan Mei 2023). Yang menginginkan capres yang melanjutkan kebijakan Presiden Jokowi sebesar 57-59 persen lebih banyak dibanding capres yang akan mengubah program Presiden Jokowi (33 persen).
Deni selanjutnya menjelaskan bahwa aspirasi terhadap capres “keberlanjutan” dan “perubahan” ini berhubungan dengan evaluasi pemilih terhadap kinerja Jokowi sebagai presiden. Dari 78,8 persen yang puas dengan kinerja presiden Jokowi, 64 persen di antaranya menginginkan capres yang bisa melanjutkan program Jokowi. Sebaliknya, dari 18,1 persen yang tidak puas dengan kinerja pemerintah, 61 persen di antaranya menginginkan capres yang akan mengubah program pemerintah.
Karena itu, Deni menyimpulkan bahwa kinerja pemerintah saat ini akan memiliki pengaruh pada elektabilitas para bakal calon presiden. Warga yang puas dengan kinerja Jokowi lebih menginginkan capres yang akan melanjutkan kebijakan presiden Jokowi. Sebaliknya warga yang tidak puas lebih menginginkan capres yang akan mengubah kebijakan presiden Jokowi.
“Jika kinerja pemerintah Jokowi ke depan dinilai semakin positif maka capres pengusung tema “keberlanjutan” akan mendapat dukungan lebih besar. Sebaliknya, jika kinerja presiden merosot, maka capres pengusung tema “perubahan” akan mendapat keuntungan,” pungkasnya.
Deni menjelaskan bahwa “pemilih kritis” adalah pemilih yang punya akses ke sumber-sumber informasi sosial-politik secara lebih baik karena mereka memiliki telepon atau cellphone sehingga bisa mengakses internet untuk mengetahui dan bersikap terhadap berita-berita sosial-politik. Mereka umumnya adalah pemilih kelas menengah bawah ke kelas atas, lebih berpendidikan, dan cenderung tinggal di perkotaan. Mereka juga cenderung lebih bisa memengaruhi opini kelompok pemilih di bawahnya. Total pemilih kritis ini secara nasional diperkirakan 80%.
Pemilihan sampel dalam survei ini dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD). RDD adalah teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak. Dengan teknik RDD sampel sebanyak 925 responden dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening. Margin of error survei diperkirakan ±3.3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling. Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih. Survei terakhir dilakukan pada 2-5 Mei 2023.