Studi eksperimental yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan bahwa dalam head to head, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memiliki kelebihan untuk menaikkan elektabilitas Anies Baswedan jika dia menjadi cawapresnya melawan Ganjar Pranowo.
Hasil studi ini disampaikan Prof. Saiful Mujani dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Mengangkat Anies: AHY atau Khofifah?” yang disiarkan kanal Youtube SMRC TV pada Kamis, 6 April 2023. Video utuh pemaparan Prof. Saiful Mujani bisa disimak di sini: https://youtu.be/4Zkw-WyKEF0
Saiful menjelaskan bahwa jika yang maju dalam pilpres tiga calon (Ganjar, Anies, dan Prabowo Subianto), maka kemungkinan akan terjadi dua putaran karena tidak ada yang mendapatkan dukungan di atas 50 persen. Yang paling kuat elektabilitasnya sejauh ini adalah Ganjar. Dia unggul atas Anies maupun Prabowo. Pertanyaannya adalah bagaimana lawannya bisa mengalahkan Ganjar? Siapa yang bisa membantu Anies dan siapa yang bisa membantu Prabowo untuk mengalahkan Ganjar?
SMRC melakukan studi eksperimental untuk menjawab itu. Untuk melihat pengaruh wakil tersebut pada Anies, pertama-tama diajukan pertanyaan umum yang menjadi variabel kontrol: kalau Anies berhadapan dengan Ganjar, pilihannya siapa? Hasilnya 32 persen memilih Anies dan 51 persen memilih Ganjar. Ada 17 persen yang belum menentukan pilihan.
Ada beberapa nama yang dimasukkan sebagai treatmen wakil presiden Anies dalam studi eksperimental ini. Pertama, Airlangga Hartarto karena merupakan ketua umum partai besar. Jika Anies berpasangan dengan Airlangga melawan Ganjar, hasilnya adalah Anies mendapatkan suara 35 persen dan Ganjar 47 persen. Ada sedikit kenaikan suara pada Anies, namun tidak signifikan secara statistik.
Kedua, AHY. Selain sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang pengusung Anies, AHY juga banyak dibicarakan sebagai tokoh yang kemungkinan berpasangan dengan Anies. Jika berpasangan dengan AHY, suara Anies menjadi 47 persen dan Ganjar 42 persen.
Ketiga, Ahmad Heryawan (Aher). Aher adalah politikus PKS dan mantan Gubernur Jawa Barat. Jika berpasangan dengan Aher, suara Anies menjadi 25 persen dan Ganjar 57 persen.
Keempat, Andika Perkasa. Andika disebut, terutama oleh Partai Nasdem, sebagai salah satu tokoh potensial pendamping Anies. Jika berpasangan dengan Andika, dukungan publik pada Anies menjadi 38 persen dan Ganjar 47 persen.
Kelima, Khofifah Indar Parawansah, Gubernur Jawa Timur dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Jika berpasangan dengan Khofifah, suara Anies menjadi 46 persen dan Ganjar 33 persen.
Keenam, Mahfud MD, menteri senior di Pemerintahan Jokowi dan tokoh NU. Jika berpasangan dengan Mahfud MD, dukungan pada Anies menjadi 32 persen dan Ganjar 48 persen.
Ketujuh, Prabowo. Ini, menurut Saiful, adalah salah satu kemungkinan. Jika Anies mengambil Prabowo sebagai Cawapres, suaranya akan menjadi 35 persen dan Ganjar 52 persen.
Saiful menambahkan bahwa ada asumsi karena suara Anies dan Prabowo sama-sama besar sebagai calon presiden, maka jika disatukan, suara mereka akan sangat besar dan bisa mengalahkan Ganjar. Dalam studi ini, hal itu tidak terlihat. Suara mereka jika dipasangkan masih di bawah Ganjar. Salah satu penjelasannya, menurut Saiful, adalah kemungkinan irisan yang tebal antara pemilih Prabowo dan Anies, sehingga ketika berpasangan, tidak menambah suara.
Dalam uji statistik ditemukan ada dua tokoh cawapres yang bisa membantu menaikkan suara Anies secara signifikan jika diambil sebagai cawapres melawan Ganjar, yakni AHY dan Khofifah.
“Jika Khofifah dipasangkan dengan Anies, punya probabilitas secara signifikan untuk menaikkan suara Anies. Demikian pula AHY, jika dipasangkan dengan Anies, suara Anies punya peluang untuk naik secara signifikan,” jelas Saiful.
Untuk Prabowo, sejumlah nama-nama tokoh yang diuji pengaruhnya antara lain adalah Muhaimin Iskandar, Airlangga, Anies, Khofifah, Mahfud MD, dan Puan Maharani.
Dalam variabel kontrol, ditanyakan jika pemilihan presiden dilaksanakan sekarang dan yang maju sebagai calon adalah Prabowo berhadapan dengan Ganjar, siapa yang akan Ibu/Bapak pilih sebagai Presiden? Prabowo mendapatkan suara 38 persen, Ganjar 49 persen, dan belum tahu 13 persen.
Jika Prabowo mengambil Muhaimin sebagai cawapres melawan Ganjar, suara Prabowo menjadi 42 persen dan Ganjar 38 persen. Jika berpasangan dengan Airlangga, suara Prabowo menjadi 42 persen dan Ganjar 44 persen. Jika berpasangan dengan Anies, dukungan pada Prabowo menjadi 44 persen dan Ganjar 36 persen. Jika berpasangan dengan Khofifah, suara Prabowo menjadi 49 persen dan Ganjar 35 persen. Jika mengambil Mahfud MD sebagai cawapres, suara Prabowo menjadi 39 persen dan Ganjar 44 persen. Jika berpasangan dengan Puan, suara Prabowo menjadi 36 persen dan Ganjar 42 persen.
Dalam uji statistik, semua nama yang coba dipasangkan dengan Prabowo sebagai cawapres melawan Ganjar tidak menaikkan suara Prabowo secara signifikan.
Saiful menyimpulkan bahwa tidak ada nama cawapres sejauh ini yang bisa membantu menaikkan suara Prabowo. Prabowo, kata dia, harus bergantung pada dirinya sendiri untuk mengalahkan Ganjar.
Sementara untuk Anies, ada dua nama yang potensial meningkatkan suaranya melawan Ganjar jika dijadikan cawapres. Mereka adalah Khofifah dan AHY.
“Kalau calon wakil presiden untuk Anies adalah Khofifah atau AHY, maka ada peluang untuk memperkuat elektabilitas Anies secara signifikan,” jelas Saiful.
Saiful melihat indikasi Anies lemah di Jawa Timur. Khofifah sebagai orang yang berpengaruh di Jawa Timur dapat menutupi kekurangan ini. Khofiffah sudah beberapa kali teruji kompetitif dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur.
Selain Khofifah, AHY juga berpotensi menaikkan suara Anies secara signifikan jika diambil sebagai cawapres melawan Ganjar. Alasannya, menurut Saiful, adalah karena AHY tidak bisa dipisahkan dari Demokrat dan lebih khusus dengan SBY. SBY adalah orang Pacitan, Jawa Timur, dan punya basis yang sangat kuat di wilayah tersebut. Kemenangan Demokrat pada Pileg 2009 sekitar 20 persen dan mengalahkan PDIP, lanjut Saiful, adalah karena dukungan yang sangat kuat dari Jawa Timur. Jawa Timur adalah lumbung suara Demokrat ketika itu.
Khofifah dan AHY memiliki basis yang sama-sama kuat di Jawa Timur. Bedanya, lanjut Saiful, Khofifah kuat di basis santri NU yang ada di wilayah Tapal Kuda. Sebaliknya, SBY atau AHY memiliki basis di wilayah Mataraman. Mataraman adalah daerah yang secara tradisional dalam studi antropologis disebut sebagai daerah kaum abangan.
“Dua tokoh ini, Khofifah dan AHY, bisa mengisi kekurangan Anies,” kata Saiful.
Pertanyaannya, lanjut Saiful, siapa di antara keduanya yang kemudian lebih potensial untuk dipertimbangkan menjadi cawapres Anies? Khofifah, kata Saiful, memang memiliki kekuatan elektoral seperti AHY, tapi dia tidak punya kekuatan politik untuk membangun koalisi. Khofifah bukan tokoh partai yang bisa mengarahkan keputusan partai untuk berkoalisi.
Sementara AHY adalah ketua umum Partai Demokrat. Dan partainya sudah menginginkan agar dia menjadi cawapres Anies. Dan jika Demokrat mencabut dukungan atau keluar dari Koalisi Perubahan, maka koalisi itu akan bubar.
“Di situ kekuatan AHY yang tidak dimiliki oleh Khofifah. AHY punya partai sebagai kekuatan politik yang bisa menggenapi Koalisi Perubahan (yang mendukung Anies sebagai Capres),” simpulnya.