Memasuki 2023, Efek Jokowi pada Prabowo Berubah Jadi Positif

180

Memasuki 2023, kepuasan publik atas kinerja presiden Joko Widodo berubah menjadi positif pada elektabilitas Prabowo Subianto, sementara sebelum 2023, hubungannya negatif.

Demikian hasil kajian yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk “Evaluasi Kinerja Presiden dan Pilihan Capres 2024 di Pemilih Kritis” yang dipresentasikan Direktur Riset SMRC, Deni Irvani. Video presentasi survei tersebut bisa disimak melalui kanal YouTube SMRC TV di sini: https://youtu.be/XrOu5jBVbTw

Hasil kajian yang didasarkan pada analisa hasil serangkaian survei SMRC pada pemilih kritis sejak Juni 2021 sampai Mei 2023 menunjukkan pola hubungan antara kinerja Jokowi dan elektabilitas Prabowo mengalami perubahan sejak November 2022. Pada periode Juni 2021-Oktober 2022, kinerja Jokowi berkorelasi negatif dengan elektabilitas Prabowo. Namun setelah itu, dalam periode November 2022 – Mei 2023, korelasinya berubah menjadi positif.

“Prabowo terlihat mendapat insentif elektoral atas positifnya penilaian publik terhadap kinerja Jokowi sejak November 2022,” kata Deni.

Kenapa terjadi perubahan pada Prabowo? Deni menjelaskan perubahan ini terjadi seiring dengan beberapa peristiwa kedekatan Jokowi dengan Prabowo, antara lain adanya pernyataan Jokowi bahwa presiden selanjutnya adalah giliran Prabowo, pernyataan Jokowi tentang perlunya pemimpin yang berani, pertemuan Prabowo dengan Gibran, relawan Jokowi yang mengusulkan Prabowo selain Ganjar, agresifitas Prabowo bersama Jokowi seperti menanam mangrove yang tidak memiliki hubungan langsung dengan Departemen Pertahanan, dan lain-lain.

“Itu semua terjadi memasuki 2023 sampai sekarang,” jelas Deni.

Sementara kinerja Jokowi konsisten berhubungan secara positif dengan elektabilitas Ganjar. Jika kinerja Jokowi dinilai semakin baik, maka elektabilitas Ganjar cenderung mengalami kenaikan. Begitupun sebaliknya. Hubungan positif antara kinerja pemerintah dan elektabilitas Ganjar semakin erat sejak November 2022.

Hal sebaliknya terjadi pada Anies. Kinerja Jokowi konsisten berhubungan negatif dengan elektabilitas mantan gubernur DKI Jakarta tersebut. Jika kinerja Jokowi dinilai semakin baik, maka elektabilitas Anies cenderung menurun. Begitupun sebaliknya. Hubungan antara kinerja pemerintah dan elektabilitas Anies menjadi semakin negatif sejak November 2022.

Deni menjelaskan bahwa “pemilih kritis” adalah pemilih yang punya akses ke sumber-sumber informasi sosial-politik secara lebih baik karena mereka memiliki telepon atau cellphone sehingga bisa mengakses internet untuk mengetahui dan bersikap terhadap berita-berita sosial-politik. Mereka umumnya adalah pemilih  kelas menengah bawah ke kelas atas, lebih berpendidikan, dan cenderung tinggal di perkotaan. Mereka juga cenderung lebih bisa memengaruhi opini kelompok pemilih di bawahnya. Total pemilih kritis ini secara nasional diperkirakan 80%.

Pemilihan sampel dalam survei ini dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD). RDD adalah teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak. Survei terakhir dilakukan pada 23-24 Mei 2023 dengan sampel sebanyak 915 responden dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak. Margin of error survei diperkirakan ±3.3% pada tingkat kepercayaan 95%, asumsi simple random sampling. Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih.

Tinggalkan Komentar