Pilkada yang sempat tertunda akan dilanjutkan kembali, setelah diundangkannya Perubahan Tahapan Pilkada menjadi PKPU No 5 Tahun 2020. Puncaknya pilkada akan dilakukan tanggal 9 Desember 2020.
Tentu lanjutan pilkada banyak mengalami pengubahan karena harus menyesuaikan dengan musim pandemi virus corona. Penerapan protokol kesehatan di semua tahapan menjadi sebuah keharusan untuk pelaksanaan semua tahapan Pilkada
Di draft PKPU tentang Pemilihan dalam Kondisi Bencana Non alam yang banyak bertebaran di ruang-ruang diskusi webinar dan grup WA, KPU akan memperketat bahkan bisa jadi menghilangkan pelaksanaan kampanye tatap muka dan rapat umum.
Kampanye yang penuh hura-hura, yang kadang mendatangkan artis, dan dihadiri massa `dalam jumlah besar, kemungkinan kita tidak akan temukan lagi di musim kampanye pikada nanti.
Para kontestan tak perlu berkecil hati dengan rencana peniadaan kampanye terbuka dan rapat umum. Sebab kita tidak hidup di tahun 1955, yang hanya bisa mengandalkan rapat umum untuk menyampaikan gagasan dan program kerja yang akan dilakukan. Hari ini banyak ruang kampanye yang bisa dimaksimalkan.
Kampanye menurut Rogers and Storey (venus, 2004), adalah serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak (pemilih) yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.
Sementara menurut UU Pilkada No 1 Tahun 2015, Kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota.
Dari dua pengertian itu, dan di tengah wabah corona, model sosialisasi dan kampanye yang bisa dimaksimalkan para kontestan, yatitu kampanye di media (media online dan media mainstream), pemasangan dan distrubusi atribut sosialisasi, dan sosialisasi door to door.
Sosialiasi melalui pemasangan atribut yang lagi semarak di semua wilayah yang akan melakukan Pilkada, tidaklah cukup untuk meyakinkan pemilih. Sebab fungsi atribut kampanye seperti baliho, bilboard, dan spanduk, hanya untuk mengenalkan calon bukan untuk menjelaskan gagasan dan visi-misi. Terkait itu, para kontestan harus melihat ruang kampanye yang dibolehkan.
Optimalisasi Teknologi
Pendekatan kampanye mengunakan teknologi untuk menyampaikan gagasan dan visi misi sebuah keniscayaan. Semua kontestan dituntut untuk memaksimalkan teknologi untuk sosialisai virtual mengunakan media online, media sosial, dan lain-lain.
Survei nasional SMRC di bulan Maret 2020, menemukan penguna HP di indonesia mencapai 79%, dan total itu mayoritas mengunakan HP smartphone (73%) yang bisa digunakan untuk bisa mengakses berita sosial-politik.
Masih di data survei SMRC, publik yang mengunakan media sosial hampir setiap hari berkisar 50% dari total populasi pemilih di Indonesia. Jika melihat pola publik mengakses berita sosial-politik saat kampanye yang melalui internet/media sosial berkisar 49% dari total populasi pemilih, melalui TV 87%, koran 15%, dan radio berkisar 13%.
Dari peta tersebut menunjukan bahwa tanpa ada rapat umum yang penuh hura-hura itu; visi misi, dan gagasan calon, masih disebarkan secara luas dengan memanfaatkan ruang sosialisasi di atas.
Para kontestan pilkada harus bisa membuat konten yang lebih kreatif, gagasan yang lebih rasional, termasuk lebih memahami konten kampanye yang cocok di media sosial, koran, radio, dan TV. Sebab setiap ruang sosialisasi yang saya sebutkan di atas memiliki segmen tersendiri. Untuk itu, peta dan analisis ruang sosialisasi di setiap wilayah mutlak dibutuhkan.
Selain kampanye di media sosial dan media mainstream, para calon juga bisa memaksimalkan kampanye door to door (canvassing). Model kampanye seperti ini, mulai semarak di Indonesia sejak pemilu 2014.
Dalam prosesnya, model kampanye door to door juga banyak digunakan oleh peserta Pilkada sejak tahun 2015, dan cukup efektif untuk menyampaikan gagasan dan meyakinkan pemilih.
Kekuatan utama kampanye door to door ada pada kemampuan komunikasi, pemahaman isu dan program, termasuk kemampuan mobilitas dan jaringan dari mereka yang melakukan kampanye canvassing, semua itu akan mempengaruhi efektivitas dalam meyakinkan pemilih.
Selain model sosialisasi dan kampanye yang disebutkan di atas, saya meyakini masih banyak cara sosialisasi yang berangkat dari tradisi di setiap daerah, dan bisa dikapitalisasi oleh para kontestan.
Lonceng tanda dimulainya Pilkada di 9 desember 2020, sudah dibunyikan sejak tanggal 15 Juni kemarin. Semua bakal calon , jika masih berencana tarung di Pilkada, harus mulai memikirkan cara jitu untuk bersosialisasi dan kampanye sembari mengikuti protokol kesehatan yang diamanatkan PKPU No 5 Tahun 2020.
Tentu dalam kampanye dan sosialisasi, semua calon tetap dituntut untuk mematuhi apa yang boleh dan tidak dalam bersosialisasi, terutama menghindari mengunakan isu SARA untuk meyakinkan atau menjatuhkan kompetitor lainnya.
Sebelumnya terbit di Manado Post, 18 Juni 2020