Pembicara ketiga dalam seminar internasional ‘The Problems of Democratic De-consolidation in the World’ pada 7 Agustus 2019 di Universitas Warmadewa, Bali adalah Dr. Pedro C. Magalhaes dari Universitas Lisbon, Portugal. Pria yang akrab dipanggi Pedro memulai pidatonya dengan data survei World Values Survey rentang 1981-2014 yang konklusif (90%) menyatakan bahwa mayoritas warga dunia menganggap demokrasi adalah sistem politik yang terbaik. Karakteristik sistem demokrasi yang warga sukai adalah termasuk: boleh memilih langsung dan terbuka, jaminan hak sipil dan kebebasan, hukum yang dinamis (mekanisme referendum), perempuan punya hak setara dengan pria. Semua ini adalah unsur-unsur esensial dalam demokrasi liberal. World Values Survey memiliki data ini dan bisa dibandingan antar negara..
Berangkat dari informasi tersebut, Pedro Magalhaes mengajukan pertanyaan, Adakah penjelasan tentang tingkat komitmen rakyat dan kaitannya dengan konsepsi ‘demokrasi liberal’ di sistem politik demokrasi?
Landasan teori penelitiannya merujuk 3 teori perilaku manusia. Pertama teori belajar (habituasi) dari ahli politik Norris yang menyatakan bahwa orang yang yang hidup lama di regim demokrasi liberal niscaya akan terbangun konsepsi demokrasi liberal pada dirinya. Implikasinya adalah semakin lama sebuah negara punya pengalaman dengan penguasa demokratis, maka warga akan melihat hak-hak demokrasi liberal hal yang esensial.
Teori kedua dari Welzel nilai emansipatif yakni ketersediaan materi dan intelektual membebaskan warga dari sekedar isu bertahan hidup, namun juga terbangun aspirasi untuk isu ‘kebebasan yang memberdayakan warga (freedoms that empower people).” Dan aspirasi ini hanya bisa terealisasi di institusi dengan sistem menganut konsepsi ‘demokrasi liberal.’ Implikasi teori ini orang yang menghayati nilai bersifat emansipatif kemungkinannya akan menjunjung konsepsi ‘demokrasi liberal.’
Teori ketiga status sosial dan status quo, yakni individu yang memiliki status sosial lebih tinggi cenderung nyaman dengan tatanan politik yang melanggengkan posisi mereka. Sebaliknya, warga dengan status sosial rendah cenderung resisten dengan status quo politik. Implikasinya hubungan antara status sosial dan komitmen orang dengan demokrasi liberal itu bergantung pada rezim. Yaitu, akan ‘positif, jika berada di bawah sistem demokrasi, dan akan ‘negatif’ jika di bawah rezim otoriter.
Teori-teori tersebut diringkas dalam variabel independen berikut: Age of Democracy (lama waktu negara menerapkan sistem demokrasi); Emancipative Values Index (otonomi, keseteraan gender, kebebesan berpendapat dan berekspresi; Income (untuk melihat status sosial); Liberal Democracy Index
Sedangkan variabel dependennya termasuk: rakyat memilih langsung, hak sipil dan perlindungan dari opresi, perubahan hukum (mekanisme referendum), hak setara perempuan.
Menggunakan metode multilevel regresi Pedro Magalhaes mengujikan pertanyaan di atas: Adakah penjelasan tentang tingkat komitmen rakyat dan kaitannya dengan konsepsi ‘demokrasi liberal’ di sistem politik demokrasi?.
Hasilnya, ada hubungan antara tingkat pendapatan (income) dengan komitmen warga terhadap demokrasi. Pedro Magalhaes mendapati di rezim otoriter warga dengan pendapatan tinggi cenderung kurang punya komitmen terhadap demokrasi liberal, dibandingkan dengan warga pendapatan rendah. Kebalikannya di rezim demokrasi justru warga berpendapatan rendah yang kurang berkomitmen dengan demokrasi liberal dibandingkan dengan yang berpendapaan tinggi.
Pengggalian kesenjangan ekonomi terhadap demokrasi dari Pedro Magalhaes ini mempertegas bahwa kesenjangan ekonomi menjadi faktor penting turun dan naiknya nya dukungan terhadap demokrasi. Data menunjukan ada jurang komitmen terhadap demokrasi pada orang miskin dan kaya, dan yang menarik jurang tersebut memiliki arah yang tidak sama tergantung rezim yang warga alami. Contoh. di rezim otoriter , orang kaya cenderung pro status quo dan kurang berkomitmen. Sementara itu di rezim demokrasi, justru warga yang miskin yang kurang berkomitmen dengan demokasi.
Pedro Magalhaes menutup ceramahnya dengan mengingatkan pentingnya isu kesenjangan ekonomi diperhatikan dalam sistem demokrasi. Seperti studi yang dipaparkanya jika kesenjangan ekonomi dibiarkan menajam akan berakibat pada melemahnya komitmen warga terhadap sistem demokrasi itu sendiri (tdw).