Presentasi Nihayatul Wafiroh, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, dalam rilis dan diskusi hasil survei SMRC tentang Sikap Publik tentang RUU Cipta Kerja, 14 Juli 2020.
Selamat untuk SMRC atas rilis hasil survei ini. Banyak hal positif yang cukup mengagetkan saya.
Pertama, saya perlu sampaikan, RUU Cipta Kerja ini diniatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu tidak boleh meninggalkan satu kelompok pun. Itu prinsip yang harus kita pegang terlebih dahulu.
Tadi survei merekam, masyarakat yang menilai keonomi terpuruk sampai 80 persen. Wow.
RUU ini diniatkan agar ekonomi pulih kembali. Tapi, dalam proses itu, tidak boleh ada satu kelompok pun dalam masyarakat yang ditinggalkan.
Sesuai hasil survei, saya melihat sosialisasi kurang. Masyarakat yang tahu RUU ini hanya 26 persen. Ini meresahkan. Lebih banyak masyarakat yang tidak tahu daripada yang tahu. Ini tanggung jawab DPR juga.
RUU Omnibus Law ini ada 15 cluster, 1200 pasal terpengaruh, dan kolom DIM nya 10 ribu. RUU ini tidak dibahas di Komisi, tapi di Badan Legislasi. Cluster Ketenaga-kerjaan hanya salah satu cluster. Semua Komisi DPR terdampak. Sekarang yang dibahas, baru cluster ketiga: soal perijinan usaha.
Saya bukan anggota badan legislasi. Tapi sebagai anggota DPR, kita punya tanggung-jawab yang sama.
Melihat banyaknya pasal yang terkait, waktu yang dibutuhkan akan panjang. Kalau Presiden minta ini selesai Agustus, saya tidak tahu bagaimana kita membahas 10 ribu DIM, Daftar Inventaris Masalah.
Sekali lagi, ada masalah sosialisasi. Memang tidak semua anggota DPR terkait dengan isu ini.
Yang paling kencang, Isu ketenagakerjaan. Ini terkait dengan komisi IX.
Hasil survei ini menampar kita di DPR. Banyak dari kita anggota DPR belum melakukan sosialisasi. Sehingga banyak masyarakat tidak tahu.
Banyak penolakan di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Mungkin banyak anggota mBak Nining ada di daerah sini. Nah, bagaimana dengan daerah lain.
Harusnya DPR bisa melakukan sosialisasi. Juga Pemerintah.
Bahasa Ekonomi
Melihat hasil survei, penjelasan RUU dengan bahasa ekonomi ternyata lebih bisa diterima. Dengan kondisi ekonomi yang terpuruk, menjadikan RUU ini lampu hijau.
Tapi, meskipun demikian kita tidak boleh mengabaikan aspirasi masyarakat luas. Jangan sampai isinya hanya aspirasi satu kelompok saja.
Sejauh ini penolakan cukup kencang, terutama di cluster tenaga kerja. Dan kita punya UU Ketenaga-kerjaan yang belum lama disahkan, dan menurut saya itu cukup komprehensif. Termasuk soal isu perempuan.
Dan di Cipta Kerja ini ada beberapa yang dihilangkan, seperti ketentuan soal upah minimum. Lalu ketentuan soal pesangon. Juga ada ketidak-pastian akibat outsourcing.
Ini semua harus kita jelaskan. Yang pertama harus kita jelaskan adalah, apakah isi draft RUU memang begitu? Atau semua itu baru isu? Karena yang beredar di masyarakat itu seringkali belum jelas betul.
Saya pernah membahas RUU Pertanahan. Beredar di masyarakat bahwa HGU akan diberikan 90 tahun. Padahal saya ikut membahas, dan itu cuma 30 tahun. Jadi perlu double-check.
Jadi, mumpung cluster tenaga kerja belum dibahas. Silakan, teman-teman yang menganggap banyak belum pas silakan datang ke Badan Legislasi.
Tapi, jangan hanya menyampaikan kritik. Mesti ada solusi.
Posisi kita sama-sama berjuang untuk masayarakat. Kita berkepentingan investor bisa masuk. Tapi juga berkepentingan agar masyarakat bisa meningkat kesejahteraannya. Dan hak-hak pekerja juga tetap bisa dijaga.
Jadi, agenda penting kita adalah bagaimana bersinergi. Dalam arti, Pemerintah harus bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang poin-poin penting dalam RUU ini. Dengan bahasa yang mudah dipahami.
Dengan demikian, kita tetap bisa melanjutkan diskusi RUU ini. Tentu dengan tidak mengesampingkan masukan-masukan dari masyarakat.
Saya pikir semua agenda pembahasan dengan mudah bisa diakses di teman-teman Badan Legislasi. Tidak perlu ada kekhawatiran.
Kita juga jangan mengesampingkan kebutuhan masyarakat secara luas. Tadi hasil survei mengatakan ada sekian persen masyarakat mendukung RUU ini, itu jangan diabaikan. Karena ekonomi masyarakat juga banyak tergantung dengan RUU ini.
Ok cluster ketenaga-kerjaan bisa ditunda, tapi cluster-cluster lain yang berhubungan dengan kebutuhan ekonomi masyarakat jangan dikorbankan.
Sekali lagi, sosialisasi terkait RUU ini masih sangat kurang. Saya sendiri tahu, bahwa tidak semua anggota DPR sendiri tahu betul tentang RUU ini.
Karena memang luar biasa, banyak sekali. Ada 1200 pasal yang terkait.
Saya sendiri pernah meminta agar RUU ini ditinjau ulang, karena saya menemukan banyak pemakaian kata-kata yang tidak pas.
Oleh sebab itu, masukan masyarakat masih sangat dibutuhkan.
Saya tahu setiap fraksi punya tim sendiri untuk membahas dan memberi masukan pada setiap poin dalam RUU Cipta Kerja ini.