Peluang Presiden Jokowi untuk terpilih kembali dalam pemilihan Presiden 2019 semakin menguat. Jarak perolehan suara antara Jokowi dan Prabowo melebar. Dapat dikatakan, kecuali berlangsung hal luar biasa (terutama dalam soal ekonomi, penegakan hukum, dan keamanan), Jokowi berpeluang sangat besar terplih sebagai Presiden Indonesia pada 2019.
Rangkaian kesimpulan itu disampaikan Djayadi Hanan di Jakarta (7 Oktober 2018), saat mempersentasikan hasil survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) tentang elektabilitas calon presiden yang dilakukan pada September 2018.
Dengan mewawancarai 1220 responden yang ditarik secara random di seluruh Indonesia, survei SMRC menunjukkan bila pemilu diadakan sekarang 60,2 persen warga akan memilih sebagai Presiden, sementara yang akan memilih Prabowo hanya 28,7 persen. “Terlihat bahwa jumlah pemilih Jokowi adalah dua kali lipat pemilih Prabowo,” ujar Djayadi.
Dibandingkan hasil survei Mei 2018, suara dukungan pada Jokowi menaik sementara suara dukungan pada Prabowo menurun. Dukungan pada Jokowi naik dari 57 persen (Mei) menjadi 60 persen (September), sementara suara Prabowo turun dari 33,2 persen (Mei) menjadi 28,7 persen (September).
Menurut Djayadi, tren kenaikan ini menjadi penting sebagai indikasi hasil akhir pada Hari H. “Dari pengalaman tiga kali pemilihan presiden, calon yang suara dukungannya naik dan unggul terus sulit dikalahkan pada hari H,” ujar Djayadi.
Djayadi menambahkan dari pengalaman selama ini, seorang petahana bisa saja kalah kalau menjelang pilpres, suara dukungan terhadapnya memang kalah dari pesaing. “Misalnya saja Megawati saat menjadi petahana pada 2004 sudah kalah sejak beberapa bulan menjelang Hari H, dan memang terbukti kalah pada Hari H,” ujarnya.
Ini berbeda dengan kasus Soesilo Bambang Yudhoyo yang tren elektabilitasnya terus unggul jauh hari sebelum Hari H pilpres 2009. “Terbukti memang SBY terpilih kembali,” ujar Direktur Eksekutif SMRC ini.
Berdasarkan pengalaman itu dan berdasarkan hasil survei saat ini, Djayadi menganggap para pendukung Jokowi layak opitmistis dengan peluang Jokowi mempertahankan kursi kepresidenan pada 2019.
Namun demikian, ini tidak berarti pendukung Jokowi bisa duduk tenang. “Ada sejumlah faktor makro yang dapat mengubah tren, terutama isu ekonomi, penegakan hukum, dan kondisi kemanan,” ujar Djayadi.
Menurut Djayadi, secara umum rakyat saat ini menilai kondisi makro tersebut masih baik saat ini. Sekitar 73 persen warga menyatakan puas dengan kinerja Jokowi sebagai Presiden; sementara 71 persen menyatakan yakin dengan kemampuan Jokowi memimpin Indonesia.
“Pertanyaannya,” ujar Djayadi, “apakah kondisi makro tersebut dalam 6-7 bulan ke depan akan stabil atau bahkan lebih baik, atau sebaliknya?”