Proporsi pemilih partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) lebih banyak dari kalangan yang tidak puas pada kinerja pemerintah dibanding yang puas. Ada 22 persen dari yang tidak puas atas kinerja pemerintah memilih Gerindra, sementara pada yang puas hanya 14 persen.
Demikian temuan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dipresentasikan Prof. Saiful Mujani melalui program ’Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode ”Kinerja Presiden dan Elektabilitas Partai” yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, 19 Oktober 2023. Video utuh presentasi Prof. Saiful bisa disimak di sini: https://youtu.be/Tq2SjkNmQ8A
Dalam presentasinya, Prof. Saiful menyatakan bahwa secara teoretis, orang memilih karena ada insentif. Orang memilih partai politik tertentu karena tindakan itu dianggap positif untuk kehidupan kongkritnya, terutama berkaitan dengan ekonomi. Kalau masyarakat merasakan keadaan ekonomi mereka baik, maka mereka akan cenderung memilih eksekutif (presiden) maupun partai politik yang selama ini berada dalam pemerintahan.
Karena itu, menurut Saiful, seharusnya orang yang positif penilaiannya pada kinerja presiden Jokowi atau pemerintah pada umumnya akan memilih partai-partai yang ada dalam pemerintahan Jokowi. Oleh sebab itu, seharusnya orang yang puas pada kinerja Presiden Jokowi akan memilih PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PAN, PPP, Nasdem, dan Gerindra. Seharusnya pilihan orang yang puas pada kinerja presiden akan terdistribusi pada tujuh partai politik tersebut. Sementara yang merasa tidak puas cenderung akan memilih partai-partai yang di luar pemerintah, yaitu PKS dan Demokrat. Orang yang tidak puas dengan kinerja presiden kemungkinan sebagian besar akan memilih PKS dan Demokrat.
Untuk membuktikan hal tersebut secara empirik, SMRC melakukan survei nasional 2-11 September 2023. Survei ini menunjukkan, orang yang puas dengan kinerja Jokowi mencapai 78,3 persen, sementara yang tidak puas sebanyak 20 persen, dan sekitar 1,7 persen menyatakan tidak tahu. Dari yang puas atas kinerja presiden, 30 persen memilih PDIP, 14 persen Gerindra, 11 persen Golkar, 9 persen PKB, 6 persen Demokrat, 5 persen Nasdem, 3 persen PKS, 3 persen PAN, 2 persen PPP, 4 persen lainnya, dan 13 persen tidak menjawab. Sementara yang tidak puas pada kinerja pemerintah, 9 persen memilih PDIP, 22 persen Gerindra, 9 persen Golkar, 3 persen PKB, 11 persen Demokrat, 10 persen Nasdem, 14 persen PKS, 3 persen PAN, 3 persen PPP, 3 persen partai-partai lain, dan 15 persen belum menjawab.
Pada kelompok pemilih yang puas pada kinerja presiden, ada 30 persen yang memilih PDI Perjuangan. Sementara yang memilih PDI Perjuangan dari kalangan tidak puas hanya 9 persen. Ini, menurut Saiful, benar secara teoretik. Partai tersebut mendapatkan dukungan lebih besar dari pemilih yang puas pada kinerja presiden. Pola yang sama juga terjadi pada Golkar, ada 11 persen dari yang puas atas kinerja presiden memilih Golkar dan 9 persen dari yang tidak puas. PKB juga demikian, dipilih 9 persen dari yang puas dan 3 persen dari yang tidak puas. Pada PAN dan PPP, selisih pemilih dari yang puas dan tidak puas tidak signifikan.
Yang menarik, menurut Saiful, adalah pada Gerindra. Gerindra adalah partai yang relatif pendatang baru dalam koalisi pemerintah. Dalam dua kali pemilihan umum, pendukung Gerindra adalah pemilih-pemilih oposisi dan nampaknya masih tercermin hingga saat ini. Yang tidak puas pada kinerja pemerintah masih cenderung lebih berkumpul di Gerindra, 22 persen. Sementara pada yang puas lebih sedikit, 14 persen. Ada selisih sekitar 8 persen antara yang puas dan tidak puas memilih Gerindra.
“Gerindra, walaupun elitnya ada di pemerintahan dan Prabowo di mana-mana memuji Pak Jokowi dan kebijakannya, tapi pendukung Gerindra sendiri tidak puas dengan kinerja Pak Jokowi. Jadi ada gap antara apa yang dikatakan Prabowo dengan para pemilih Gerindra sendiri. Belum satu nafas antara harapan Prabowo sebagai elit partai dengan para pemilihnya,” jelas Saiful.
Saiful melanjutkan bahwa ini berbeda dengan Partai Demokrat dan PKS. Kedua partai tersebut memang partai yang berada di luar pemerintahan. Wajar kalau pemilih kedua partai tersebut lebih banyak dipilih dari kalangan yang tidak puas atas kinerja pemerintah dibanding yang tidak puas: 11 berbanding 6 persen pada Demokrat dan 14 berbanding 3 persen pada PKS.
Lebih jauh Saiful menyatakan bahwa Nasdem juga menarik. Survei ini menunjukkan suara Nasdem lebih banyak dari kalangan yang tidak puas pada kinerja pemerintah dibanding yang puas: 10 berbanding 5 persen.
“Ini menunjukkan Nasdem cenderung sudah menampung orang yang tidak puas dengan pemerintah. Walaupun Nasdem adalah partai pemerintah, namun elit politik Nasdem belakangan memiliki sikap yang cenderung mendukung tokoh calon presiden yang memiliki aspirasi perubahan atau antitesa terhadap presiden Jokowi, hal itu kemudian terefleksikan di tingkat pemilihnya: bahwa yang tidak puas pada kinerja Jokowi dan kemungkinan besar ingin perubahan lebih banyak di kalangan pemilih Nasdem dibanding yang puas,” pungkasnya.
Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1054 atau 86%. Sebanyak 1054 responden ini yang dianalisis. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,1% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling). Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Waktu wawancara lapangan 2- 11 September 2023.