Senin, 9 Desember 2024

Poppy Ismalina: Usulan Pemerintah tentang RUU Cipta Kerja Sesuai Ekspektasi Publik

Presentasi Poppy Ismalina, ekonom Universitas Gajah Mada, dalam rilis dan diskusi hasil survei SMRC tentang Sikap Publik terhadap RUU Cipta Kerja, 14 Juli 2020.

 

Judul presentasi saya adalah Mengelola Ekspektasi Rakyat. Ada 4 hal yang ingin saya bahas. Yang pertama dan yang kedua ini posisi saya dalam pekerjaan saya, karena saya dosen, peneliti, dan kemudian membantu beberapa lembaga internasional sebagai policy adviser.

Kaitannya dengan bagaimana kita kemudian melihat apa yang sudah dilakukan oleh SMRC ini bagi peneliti dan konsultan, dan kemudian bagi publik dan pengambil keputusan.

Poin ke tiga dan empat ini adalah inti masukan saya untuk kita semua, tentunya untuk kemajuan Indonesia.

Yang pertama yang ingin saya tekankan—ini saya mengundang mahasiswa saya juga, saya mengajar di kelas magister ekonomi pembangunan, international class untuk bappenas. Sehingga saya kemudian ingin menunjukkan apa yang sudah dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting ini.

Jadi kita ketahui di dalam textbook metodologi penelitian, survey adalah salah satu metode, dan biasanya kemudian dianggap mahal dan memakan waktu banyak. Padahal kemudian kebutuhan ini tinggi. Ketika ada topik khusus, dan itu tidak disediakan oleh data-data sekunder dari BPS atau lembaga-lembaga survei yang ada.

Nah, apa yang telah dilakukan oleh SMRC ini, memberikan kontribusi dan kemudian tentunya menunjukkan kepada kita—peneliti dan konsultan, bagaimana sebuah survei dilakukan dengan menggunakan kaidah ini, atau statistik.

Kemudian bagaimana sebuah survei dapat dilakukan secara efisien, tidak mahal, dan beradaptasi dengan kondisi yang kita hadapi ini; social distancing, PSBB, atau new normal.

Kaidah ilmiah, kita bisa lihat dari halaman 1 sampai 9,—dalam hasil survei ini dijelaskan bagaimana metodologi dan bagaimana margin error ini, luar biasa sekali bagi sebuah lembaga publik seperti SMRC.

Dan kemudian, lewat forum ini, kita bisa melihat bagaimana mempertanggungjawabkan proses dan hasil survei kepada publik.

Dan ini, saya sebagai peneliti tergelitik bagaimana kemudian hasil survei ini dapat menjadi sumber data untuk penelitian yang lebih lanjut.

Jadi kita bisa mengolah ke dalam model ekonometrika dengan menggunakan sejumlah variabel, atau model-model lain yang mengakomodasi masuknya survei ini sebagai variabel yang kita bisa kaitkan dengan variabel lain, melihat korelasinya. Nah ini adalah kontribusi survei nasional SMRC bagi kita peneliti dan konsultan.

Yang kedua adalah yang ingin saya katakan, kontribusi survei nasional SMRC ini bagi publik dan terutama bagi para pengambil keputusan kebijakan publik. Ini tidak hanya untuk eksekutif, tapi juga untuk legislatif. Kita tahu bahwa di setiap pengambilan keputusan kebijakan publik, mensyaratkan adanya konsultasi publik. Tujuannya mengetahui respons masyarakat atau pemangku kepentingan yang terkait dan mendapatkan masukan.

Nah, survei nasional ini bisa menunjukkan kepada kita, pengambil keputusan kebijakan publik dan bagi publik, bagaimana kemudian menjaring respons masyarakat atas sebuah rencana kebijakan, yaitu Rancangan Undang-undang Cipta Kerja ini melalui survei dapat dilakukan secara cepat, efisien, dan murah.

Saya sangat senang, karena kemudian surveinya dilakukan melalui telepon, tapi kemudian margin error-nya sangat kecil.

Kemudian hasil survei ini tentunya dapat menjadi referensi. Kita bisa anggap ini adalah hasil dari public consultation yang merupakan syarat dari adanya proses pengambilan keputusan kebijakan publik.

Nah itu adalah kontribusi survei nasional. Jadi, big thanks to SMRC atas survei ini dan kerap melakukan diskusi untuk mempertanggungjawabkan proses dan hasil.

Bagi saya, sebagai seorang peneliti, dan juga dosen utama untuk metodologi penelitian, ini pasti sangat bermanfaat bagi kita semua. Dan bagi para pengambil keputusan kebijakan publik, ini bisa menjadi ajang untuk salah satu hasil dari public consultation, ataupun referensi bagi pengambilan keputusan selanjutnya.

Outline yang ketiga, ini intinya adalah bagaimana kita kemudian memahami hasil survei dengan memahami konteks sampel untuk kemudian kita bisa mengkaitkan hasil survei dan interpretasinya.

Siapapun yang menginterpretasikan hasil survei selalu kemudian disyaratkan untuk melihat bagaimana kemudian karakteristik individu dan wilayah tempat tinggal individu tersebut. Itulah sebabnya di dalam bahan hasil survei nasional dijelaskan kemudian karakteristik demografi dan kemudian wilayah tempat tinggal dan bagaimana pembagian wilayahnya.

Nah, kita tahu bahwa wilayah sampel yang bagi responden yang mendukung adanya Rancangan Undang-undang Cipta Kerja ini yang paling rendah di DKI, Banten, dan Jawa Barat.

Saya ingin mengaitkan ini dengan data tentang provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka tertinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Agustus 2019, ini yang paling terakhir yang saya baca di website BPS.

Ini riset kecil-kecilan saja untuk kemudian menunjukkan kepada kita semua bahwa ketika memahami hasil survei, kita mesti melihat konteks sampelnya.

DKI tingkat pengangguran terbukanya 6,22%, sementara Banten dan Jawa Barat—maaf sebelumnya adalah 2 provinsi yang tertinggi tingkat pengangguran terbukanya.

Kemudian kita tahu bahwa provinsi yang mendukung paling tinggi untuk Undang-undang Cipta Berja itu ada di Bali-Nusa Tenggara. Kita melihat bahwa tingkat pengangguran terbukanya sangat rendah untuk Bali-Nusa Tenggara dan kemudian juga Papua.

Di sini kita bisa simpulkan bahwa yang mendukung—yang rendah mendukung Rancangan Undang-undang Cipta Kerja di wilayah dengan tingkat pengangguran terbuka sangat tinggi, dan yang paling tinggi mendukung adalah dengan tingkat pengangguran terbuka yang sangat rendah.

Nanti akan ada banyak interpretasi tentu teman-teman bisa membaca itu. Tapi ini yang kemudian kita sandingkan dengan data.

Itu berdasarkan wilayah sampel. Kemudian berdasarkan karakteristik sampel, kita tahu bahwa dari hasil survei nasional yang dipresentasikan oleh SMRC tadi, yang banyak mendukung adalah petani, peternak, nelayan, sampai kemudian ibu rumah tangga. Kemudian pendidikan berdasarkan SLTP, SD, SLTA, dan perguruan tinggi.

Saya mau bandingkan dengan data. Ingat bahwa, sekali lagi, ini acuannya BPS Agustus 2019, ketika yang banyak mendukung adalah banyaknya yang bekerja di sektor informal, maka kita tahu bahwa dalam struktur tenaga kerja Indonesia, 55.72 persen pekerja bekerja di sektor kegiatan informal.

Tentu teman-teman bisa menginterpretasikan—mengaitkannya ini. Saya sengaja membuka kepada publik sehingga kemudian ada banyak interpretasi.

Selanjutnya, pada Agustus 2019, jumlah penduduk yang menganggur 7.05 juta. Dan konferensi pers terakhir BPS, data Februari 2020, konferensi persnya pada bulan Mei tanggal 5. Itu 6.88 juta. Sebelum ada dampak Covid. Tingkat pengangguran terbuka untuk laki-laki 5.31 persen, perempuan 5.23 persen.

Untuk TPT, tingkat pengangguran terbuka, yang paling tinggi terjadi untuk lulusan SMK, yang kedua adalah SMA, dan yang paling rendah adalah SD.

Tadi kita lihat, urutannya adalah yang paling mendukung mulai dari SLTP, SD, SLTA, dan kemudian perguruan tinggi. Ini adalah potret karakteristik sampel berdasarkan struktur tenaga kerja di Indonesia. Supaya kita punya background, siapa yang kemudian mendukung tertinggi, terendah dan yang kemudian berdasarkan karakteristik individu.

Itu adalah—outline ketiga adalah bagaimana kita memahami hasil survei berdasarkan konteks sampel. Secara sederhana tentunya.

Yang keempat adalah bagaimana pemerintah mengelola ekspektasi rakyat. Ini kaitannya dengan hasil survei SMRC ya.

Yang menunjukkan bahwa—selanjutnya—ada kepercayaan dan ekspektasi yang tinggi pada kinerja dan pemulihan ekonomi dari pemerintahan Jokowi.

Sebelum saya membahas ini, saya angkat topi untuk bapak ibu yang merumuskan naskah akademik dan kemudian memunculkan nama rancangan undang-undang cipta kerja. Karena dengan nama itu kemudian memang sangat positif untuk kemudian menunjukkan kepada publik apa yang menjadi tujuan utama dari rancangan undang-undang.

Ini kemudian terbukti dari hasil survei SMRC, bahwa imej pertama adalah tentang membuka lapangan pekerjaan.

Tapi sebelum itu, saya ingin menunjukkan hasil survei SMRC menunjukkan kepercayaan dan ekspektasi yang tinggi. Mulai dari bagaimana pemerintahan Jokowi ini bisa memulihkan ekonomi dan Indonesia secara umum, dari covid-19.

Jadi kalau kita lihat, meskipun ada 71 persen responden merasa kondisi ekonomi rumah tangga lebih buruk, 87 persen tahu bahwa jumlah phk lebih banyak, 80 persen percaya bahwa Indonesia berada di ambang krisis, 81 persen menilai kondisi ekonomi nasional lebih buruk daripada tahun lalu,

Tetapi—yak, selanjutnya, hasil survei ini juga menunjukkan bahwa 47 persen yakin kondisi ekonomi akan membaik. 53 persen yakin bahwa kondisi membaik apabila wabah covid berakhir.

Kemudian tentang Rancangan Undang-undang Cipta Kerja, ini luar biasa sekali. Congratulations nih, salah satunya juga mas Yustinus, pastinya terlibat ya. 56 persen yakin Rancangan Undang-undang (Cipta Kerja) dapat membuka lapangan pekerjaan, dapat meningkatkan kemudahan usaha, dapat meningkatkan kepastian berusaha.

58 persen mendukung langkah Jokowi mengatasi krisis dan resesi, lewat rancangan undang-undang ini. 66 persen untuk mencegah phk dan memperluas lapangan pekerjaan.

Jadi hasil survei SMRC ini menunjukkan bahwa ada kepercayaan dan legitimasi publik atas kebijakan yang akan diambil oleh pak Jokowi, baik lewat pemulihan ekonomi sosial, maupun lewat rancangan undang undang cipta kerja.

So, you hold this strong legitimacy. Legitimasi pak Jokowi. Jadi itu syarat yang paling penting. Harga paling mahal dari sebuah pemerintahan adalah kepercayaan publik.

Nah, saya hanya ingin mengingatkan bahwa dari kepercayaan publik kemudian melahirkan adanya ekspektasi. Seperti halnya ketika kita menjalin kasih atau membina rumah tangga, ketika ada ekspektasi yang tidak terjawab, maka ada kemudian kekesalan, amarah, dan paling parah adalah adanya pasifisme.

Nah ini yang ingin saya akan, apa, rekomendasikan sehingga kemudian tim pak Jokowi bisa mengantisipasi. Istilahnya managing people’s expectations. Bagaimana mengelola ekspektasi rakyat.

Mengapa perlu mengelola ekspektasi rakyat? Saya ingin menampilkan beberapa data yang menunjukkan bahwa implementasi rancangan undang undang cipta kerja ini tidak akan mudah.

Sebelum ada covid, kita melihat data-data, saya akan tunjukkan bagaimana kondisi struktur penduduk Indonesia berdasarkan kelas ekonomi dan struktur pasar tenaga kerja Indonesia dan struktur sektor ekonomi di Indonesia.

Itu sebelum covid. Nah tentu pada masa covid ini, akan kemudian memburuk dan agendanya malah akan jauh lebih sulit. Ini yang menjadi tantangan terdepan dari pak Jokowi. Apalagi kemudian sudah ada ekspektasi yang tinggi.

Mari kita lihat bagaimana kemudian struktur penduduk Indonesia, bagaimana pasar tenaga kerja Indonesia, bagaimana tingkat produktivitasnya, bagaimana pembagian pekerja berdasarkan jenis usaha perusahaannya.

Pertama adalah kondisi dan kinerja di masa covid 19. Dalam konferensi pers pada tanggal 16 Juni 2020, bu menteri keuangan mengatakan bahwa ekspektasi kementerian keuangan tentang pengangguran akan bertambah sebanyak 2.92 juta penduduk sampai 5.23 juta penduduk apabila pertumbuhan ekonomi kita range-nya adalah 2.3 persen sampai -0.4 persen.

Dan kita tahu Perda—presentasi ibu menteri dan juga pak gubernur BI kuartal kedua, pertumbuhan ekonomi di Indonesia ini minus 3.68. Artinya kemudian ada pertambahan pengangguran di atas 5 juta. Kemudian yang kedua soal penyerapan anggaran. Ini presentasi pak Wamenkeu pada tanggal 26 Juni.

Kita melihat penyerapan anggaran masih sangat kecil. Jadi ada alokasi untuk dana kesehatan sebanyak 87.55 triliun. Sampai 26 Juni, penyerapan anggaran masih 4.68. kemudian perlindungan sosial dari 203.90 triliun, penyerapannya 34.06 persen.

Untuk sektoral den pemda, dari 106.11 triliun, penyerapannya 4.01 persen. UMKM, penyerapannya 22.74 dari 123.46 triliun. Pembiayaan korporasi, ini masih untuk BUMN, nol persen. Insentif usaha 10.14 persen.

Tentu, kinerja belanja, ini masih sangat rendah. Padahal ini udah memasuki bulan keempat. Jadi ini adalah persoalan. Lagi-lagi, ketika ada ekspektasi, tapi kemudian ada persoalan kinerja, terutama soal penyerapan anggaran. Kita tahu bahwa program tidak akan jalan ketika masih ada persoalan, padahal uang sudah disediakan.

Kemudian hal yang lain, struktur penduduk Indonesia. Ini saya mengacu para world bank, Oktober 2019. Bapak ibu bisa melihat bahwa yang bawah itu adalah persentase penduduk yang miskin. Kemudian yang biru muda ini adalah yang vulnerable. Jadi nyaris miskin. Di laporan tersebut, world bank mengatakan, sekali ada krisis, maka kemudian yang vulnerable itu akan jatuh miskin karena ambangnya sangat tipis terhadap ting—terhadap garis kemiskinan.

Jadi kita bisa simpulkan bahwa 40 persen penduduk di Indonesia itu berada di posisi yang vulnerable untuk miskin. Di atasnya kemudian adalah middle class, penduduk Indonesia yang berpenghasilan antara 3 sampai 5 juta dan kemudian, middle class.

Jadi, ada kemudian struktur penduduk yang sangat rentan sehingga tidak hanya melihat tingkat kemiskinan atau jumlah orang miskin, tapi melihat data ini. Bahwa sampai 2018, nah, saya memprediksikan apabila—apalagi kemudian terjadi covid.

Kemudian bagaimana kemudian sektor ekonomi di Indonesia. Ini yang kemudian bisa membawa kita untuk lebih berhati-hati di dalam mengimplementasikan rancangan undang undang cipta kerja.

Sebab sampai pada 2017, dan itu tidak terlalu berubah. Sektor ekonomi di Indonesia masih didominasi oleh sektor dengan nilai tambah yang rendah. Ini yang paling bawah.

Jadi 64.53 persen, ini data tahun 2017. Jadi ini sangat mengkhawatirkan. Sehingga kemudian sesungguhnya nilai produktivitas sektor ekonomi Indonesia dikaitkan dengan nilai tambah ini masih sangat rendah.

Nah pilihannya adalah, apakah kita akan melakukan transformasi? Harusnya. Tapi ketika terjadi covid, maka saya sangat yakin tidak mungkin dilakukan transformasi struktur industri.

Yang ada adalah economy survival. Kemudian,

Nilai produktivitas, kita bandingkan dengan India, Vietnam Brazil Cina Malaysia, nilai produktivitas Indonesia sangat rendah, total nilai produktivitas dari tenaga kerja Indonesia.

Ini dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja di Indonesia. Ini tadi sektornya masih low value added services. Kemudian di sini nilai [?]-nya rendah.

Kenyataannya, bahwa labor productivity di Indonesia masih rendah. Sehingga kalau rancangan undang undang cipta kerja mau menstimulasi tumbuhnya jenis-jenis usaha baru, ada dilematis ya.

Bahwa kemudian kita masih berhadapan dengan nilai produktivitas yang rendah. Dan tentunya kemudian juga dikaitkan dengan tingkat pendidikan tenaga kerja di Indonesia. Dan menumpuknya pekerja di kegiatan informal.

Ini adalah pembagian sektor yang non pertanian untuk jenis usaha. Sektor yang paling memiliki kontribusi tertinggi, untuk tenaga kerja, ini adalah mikro. Kemudian kita lihat jumlah perusahaannya. Ada juga paling banyak, kemudian di bawahnya adalah large.

Sementara kita tahu bahwa persoalan di usaha mikro ini adalah tidak tercatat di dalam data statistik. Atau kemudian ada persoalan dalam pencatatan di lapangan. Jadi saya sangat khawatir bahwa ketika kemudian nantinya akan ada bantuan untuk usaha mikro.

Maka jenis kelompok usaha mikro yang ada di data ini yang memiliki kontribusi terbesar terhadap jumlah tenaga kerja di Indonesia, dan jumlah jenis usaha ini tidak akan mengena target.

Jadi ibu bapak, dengan kondisi semacam itu, ada kepercayaan dan ekspektasi tinggi, kita bisa lihat tadi, struktur kelas ekonomi. Kemudian bagaimana sektor ekonomi di Indonesia masih didominasi yang low value added, kemudian bagaimana struktur jenis usaha sampai pada siapa yang memiliki kontribusi tertinggi, maka saran saya, rekomendasi saya, bagaimana kemudian pak Jokowi dan tim untuk mengelola.

Ini adalah agenda yang sangat besar. Legitimasi sudah dimiliki, tapi tentunya, atau kepercayaan publik, tapi tentunya ini akan menjadi bom yang tentunya bisa kemudian destruktif terhadap upaya pemulihan ekonomi ketika ekspektasi itu tidak dijawab.

Nah bagaimana kemudian untuk mengelola ekspektasi. Yang pertama tentu akselerasi penyerapan anggaran untuk pemulihan dari covid 19, tadi kita lihat masih sangat rendah.

Dan ini tentu sangat ditunggu, karena kemudian dana sudah tersedia dan alokasinya sudah sangat jelas untuk apa dan didedikasikan untuk apa.

Ya kita tahu bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia, bertahun-tahun lamanya ditopang oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga. Maka saya sangat merekomendasikan bahwa bantuan untuk perlindungan sosial itu masih dialokasikan sampai pada akhir tahun 2021.

Karena kita kan yakin bahwa jumlah pengangguran akan bertambah. Kita bisa lihat tadi struktur tenaga kerja penduduk yang vulnerable miskin ataupun struktur jenis usaha dan kontribusi tenaga kerja yang ada untuk jenis usaha.

Dan juga yang ingin saya rekomendasikan adalah penambahan penjaminan kredit atau subsidi bunga untuk UMKM.

Terakhir, Rancangan Undang undang Cipta Kerja, betul bahwa ada kepercayaan yang tinggi, tetapi saya sangat berharap bahwa sebelum ini disahkan, harus ada perbincangan, harus ada diskusi yang serius, pemikiran yang serius untuk beberapa pasal-pasal bermasalah.

Sedikit saya melakukan studi dari media maupun hasil-hasil riset yang ada, ada beberapa yang masih dianggap bermasalah di dalam rancangan undang undang ini. Yaitu 4 poin ini. Ketentuan tentang perjanjian kerja waktu tertentu, ketentuan tentang outsourcing, waktu kerja, dan pengupahan.

Saya sangat berharap bahwa Rancangan Undang undang Cipta Kerja ini bukan sekedar kemudian menciptakan lapangan pekerjaan, tetapi lapangan pekerjaan yang layak bagi masyarakat Indonesia. Bukan hanya soal bagaimana bisa bertahan, tapi bagaimana kemudian adanya kelayakan hidup bagi seluruh rakyat Indonesia.

Demikian poin saya di dalam respons hasil survei nasional.

Congratulation untuk SMRC.

RELATED ARTICLES

Terbaru