Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapatkan dukungan publik 16,5 persen dalam simulasi tiga pasangan berhadapan dengan Ganjar Pranowo-Ridwan Kamil dan Prabowo Subianto-Erick Thohir.
Demikian temuan survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilakukan melalui telepon pada 5-8 September 2023. Hasil survei ini disampaikan pendiri SMRC, Prof. Saiful Mujani, dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Respon Pemilih atas Pasangan Anies-Muhaimin” yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, 14 September 2023.
Video utuh presentasi Prof. Saiful bisa disimak di sini: https://youtu.be/Xf-ByQRfftw
Saiful menyatakan bahwa setelah deklarasi Anies-Muhaimin tanggal 2 September 2023, pada tanggal 5 September SMRC melakukan survei telepon. Dia menjelaskan bahwa survei telepon dilakukan pada warga yang memiliki telepon. Mereka merepresentasikan 80 persen pemilih. Yang potensial memiliki pandangan tentang deklarasi Anies-Muhaimin adalah warga yang memiliki akses ke media online, dan mereka adalah warga yang punya akses pada internet dan memiliki telepon. Karena itu, survei telepon cukup bisa menggambarkan sikap dan sentimen pemilih terhadap deklarasi pasangan Anies-Muhaimin atau yang dikenal sebagai pasangan Amin.
Dalam simulasi ini, Anies-Muhaimin melawan Ganjar-Ridwan Kamil dan Prabowo-Erick Thohir. Saiful menjelaskan bahwa ini hanya simulasi untuk melihat bagaimana reaksi publik pada pasangan Anies-Muhaimin setelah dideklarasikan. Ganjar belum memutuskan akan berpasangan dengan siapa, tapi dari berita yang beredar, salah satu yang potensial adalah Ridwan Kamil. Ridwan sendiri sudah bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno-Putri. Sementara untuk Prabowo, salah satu tokoh yang potensial menjadi pasangannya adalah Erick Thohir. Erick Thohir didukung sebagai wakil presiden oleh Partai Amanat Nasional (PAN), partai yang sekarang mendukung Prabowo. Erick sudah melakukan sosialisasi sejak jauh hari untuk menjadi calon wakil presiden.
“Tentu saja pasangan Ganjar maupun Prabowo bisa berubah, tapi setidaknya pasangan Anies-Muhaimin kemungkinan relatif stabil,” kata Saiful.
Survei tersebut menemukan bahwa Anies-Muhaimin mendapatkan dukungan 16,5 persen; Prabowo-Erick 31,7 persen; dan Ganjar-Ridwan Kamil 35,4 persen. Masih ada 16,4 persen yang belum jawab.
Saiful mengatakan bahwa pihaknya belum pernah membuat simulasi Anies berpasangan dengan Muhaimin. Karena itu tidak bisa dibandingkan apakah sentimen pemilih ketika survei dilakukan itu positif atau negatif pada deklarasi Anies-Muhaimin. Namun dalam survei individual di mana Anies berhadapan dengan Ganjar dan Prabowo, suara Anies sekitar 20an persen. Artinya, ketika Anies berpasangan dengan Muhaimin, data ini menunjukkan suara Anies belum mengalami kenaikan.
Saiful menyatakan bahwa selama ini Anies didukung oleh Nasdem, PKS, dan Demokrat yang jika dijumlahkan, suaranya kurang lebih sekitar 20an persen, sama dengan perolehan suara Anies dalam simulasi tiga nama. Karena itu, menurut Saiful, jika suara Anies-Muhaimin sekarang sekitar 16 persen, ini mungkin mencerminkan kekuatan dua partai, bisa PKB dengan Nasdem atau Nasdem dengan PKS. Saiful menyebut bahwa angka dukungan sekitar 16 persen logis karena kemungkinan mencerminkan dua kekuatan politik.
Jika hal tersebut terjadi, menurut Saiful, artinya Anies tidak atau kurang memiliki pemilih independen, karena pendukungnya hanya berasal dari partai-partai yang mengusungnya. Padahal partai-partai memberi dukungan karena berharap mendapatkan efek ekor jas dari Anies. Namun dilihat dari data sementara tersebut, Anies belum memberikan efek ekor jas karena suara pendukungnya masih merupakan suara partai.
“Kalau menurun, saya tidak bisa bilang begitu. Tapi setidak-tidaknya (data ini menunjukkan) tidak meningkat. Ini reaksi publik beberapa hari setelah deklarasi Anies-Muhaimin. Harapan bahwa suara pasangan ini akan meningkat paska deklarasi belum terjadi. Kalau kita berpikir positif, mungkin karena mesin politiknya belum panas dan pemilih butuh waktu untuk antri masuk ke kotak Anies-Muhaimin,” kata Saiful.
Pemilih PKB 20 Persen dan Pemilih Demokrat Sudah Keluar
Bagaimana dukungan pada pasangan ini dilihat dari pilihan pada partai politik? Survei ini menunjukkan mayoritas pemilih Nasdem, 54 persen, memilih Anies-Muhaimin, 15 persen memilih Ganjar-Ridwan, dan 31 persen Prabowo-Erick. Pemilih PKS juga dominan memilih Anies-Muhaimin (69 persen), memilih Ganjar-Ridwan 17 persen, Prabowo-Erick 14 persen, dan belum jawab 1 persen. Pemilih Demokrat hanya 22 persen yang memilih Anies-Muhaimin, 33 persen Ganjar-Ridwan, 39 persen Prabowo-Erick, dan 6 persen tidak jawab.
Sementara pemilih PDI Perjuangan 8 persen memilih Anies-Muhaimin, 72 persen Ganjar-Ridwan, 15 persen Prabowo-Erick, dan 5 persen tidak tahu. Gerindra 10 persen memilih Anies-Muhaimin, 19 persen Ganjar-Ridwan, 68 persen Prabowo-Erick, dan tidak jawab 3 persen. Golkar 14 persen ke Anies-Muhaimin, 23 persen Ganjar-Ridwan, 40 persen Prabowo-Erick, dan 23 persen tidak jawab. PAN 11 persen memilih Anies-Muhaimin, 23 persen Ganjar-Ridwan, 47 persen Prabowo-Erick, dan 19 persen tidak tahu. PPP 24 persen ke Anies-Muhaimin, 36 persen ke Ganjar-Ridwan, 18 persen Prabowo-Erick, dan 22 persen tidak jawab. Sementara partai-partai lain 10 persen memilih Anies-Muhaimin, 47 persen Ganjar-Ridwan, 36 persen Prabowo-Erick, dan 7 persen tidak jawab. Sedangkan dari yang belum menentukan pilihan partai, 9 persen memilih Anies-Muhaimin, 14 persen Ganjar-Ridwan, 12 persen Prabowo-Erick, dan tidak jawab 64 persen.
Saiful menjelaskan bahwa pemilih Nasdem cukup konsisten memilih Anies. Saiful menyebut idealnya sekitar 70 sampai 80 persen pemilih Nasdem memilih Anies-Muhaimin, Walaupun belum maksimal ke Anies, tapi setidak-tidaknya deklarasi Anies-Muhaimin tidak merontokkan dukungan partai tersebut.
“Ada pola di mana pemilih Nasdem tetap di belakang Anies,” jelasnya.
Survei ini menunjukkan bahwa baru sekitar 20 persen pemilih PKB yang mendukung Anies-Muhaimin. Menurut Saiful, ini menunjukkan bahwa pemilih PKB mungkin membutuhkan waktu untuk mendukung pasangan tersebut.
“Sebelumnya, kecenderungan pemilih PKB memang memilih Ganjar dan Prabowo, tidak ke Anies. Ini tantangan untuk PKB dan tim Amin untuk menarik dan meyakinkan pemilih PKB sendiri,” kata Saiful.
Saiful melanjutkan bahwa sebenarnya ekspektasinya Muhaimin tidak hanya membawa gerbong PKB, namun juga NU secara lebih luas. Gerbong NU lebih besar dari PKB. Jika NU cukup banyak yang mendukung pasangan ini, harapannya adalah meraka akan mendapatkan suara yang cukup besar.
Mengenai Demokrat, Saiful menyatakan bahwa perpindahan suara Demokrat dari Anies cukup cepat terjadi. Walaupun sebelumnya suara massa Demokrat tidak sangat solid mendukung Anies, tapi setidaknya tidak serendah dari temuan survei ini, sekitar 22 persen.
“Perginya pemilih Demokrat dari Anies cukup cepat, hanya dalam waktu beberapa hari setelah deklarasi Anies-Muhaimin,” jelas Saiful.
Sementara massa pemilih PKS cukup solid tetap mendukung Anies. Walaupun PKS tidak ikut dalam deklarasi Anies-Muhaimin bersama PKB dan Nasdem, namun terlihat para elitnya berkomunikasi dengan kedua partai tersebut dan tidak terlihat gejala PKS akan menarik dukungan dari Anies.
“Sejauh ini pemilih PKS solid terhadap Anies dan tidak terganggu Anies berpasangan dengan Muhaimin,” kata Saiful.
Secara keseluruhan, Saiful menyimpulkan bahwa pasangan Anies-Muhaimin, walaupun muncul secara mengejutkan, belum punya efek yang menaikkan dukungan yang signifikan pada Anies ketika dia berpasangan dengan Muhaimin.
Mewakili Tiga Blok Sosiologis: Islam Tradisionalis, Islam Modernis, dan Nasionalis
Lebih jauh Saiful menjelaskan bahwa deklarasi pasangan Anies-Muhaimin mengejutkan karena keluar dari banyak perkiraan sebelumnya. Banyak yang tidak menghitung bahwa akhirnya Anies akan berpasangan dengan Muhaimin. Dalam sepuluh tahun terakhir, PKB tidak pernah berkoalisi dengan PKS. Sementara PKS sudah mendukung Anies Baswedan. Terlepas dari apakah PKS akan tetap mendukung Anies, yang menarik adalah bagaimana PKB bisa berkoalisi atau bekerjasama dengan PKS.
Di sisi yang lain, lanjut Saiful, memang terlihat keseriusan Muhaimin untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden. Jauh-jauh hari, PKB sudah mendeklarasikan Muhaimin menjadi calon presiden yang mereka usung. Itu adalah harapan yang normal dari seorang ketua partai, terlepas dari apakah itu akan tercapai atau tidak.
Menurut Saiful, nampaknya Muhaimin sebelumnya tidak mencapai kesepahaman dengan Gerindra. Gerindra tidak memberikan keputusan sesuai dengan harapan Muhaimin. Intinya, Muhaimin sebelumnya ingin menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo adalah sesuatu yang serius. Karena itu ketika Prabowo atau Gerindra belum mengambil keputusan, dan ada peluang untuk dia maju sebagai calon wakil presiden, itu kemudian diambil.
“Sebelumnya banyak yang menganggap keinginan Muhaimin menjadi Cawapres Prabowo tidak begitu serius. Itu hanya salah satu langkah politik saja untuk membangun koalisi. Koalisi, mungkin. Tapi untuk menjadi Cawapres agak susah. Dan terbukti keputusan untuk menjadikan Cak Imin (Muhaimin) menjadi Cawapres Prabowo itu terus ditunda. Banyak kalangan yang kemudian menyatakan bahwa Prabowo hanya ingin PKB, bukan Muhaimin. Namun Cak Imin nampaknya memang serius (ingin menjadi Cawapres). Karena itu ketika ada kesempatan dari Nasdem untuk Muhaimin menjadi Bacawapres mendampingi Anies, dia kemudian ambil peluang tersebut,” jelas Saiful.
Karena itu, menurut Saiful, penting untuk melihat bagaimana publik Indonesia bereaksi pada keputusan yang menarik atau out of the box tersebut. Ada sejumlah argumen yang dibangun untuk menyebut pasangan Anies-Muhaimin tersebut. Ada yang menyebut hal ini persatuan antara Islam modernis dan Nahdlatul Ulama (NU) atau Islam tradisionalis. Anies sendiri adalah representasi dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Majelis Penyelamat Organisasi (MPO). HMI MPO memiliki corak Islam politik yang lebih kuat. Saiful menyebut HMI MPO bisa dikatakan sebagai satu faksi dalam HMI yang mewarisi tradisi Islam modernis Masyumi.
Saiful menekankan bahwa kombinasi antara Muhaimin dan Anies ini mempertemukan antara sayap Islam modernis yang diwakili PKS dan Islam tradiosionalis yang diwakili oleh PKB. Namun lebih jauh Saiful melihat adanya Nasdem membuat koalisi ini menjadi lebih lengkap karena bertemunya tiga entitas sosiologis pemilih Indonesia: Islam modernis (PKS), Islam tradisionalis (PKB), dan nasionalis (Nasdem).
“Dilihat dari aspek itu (tradisionalis, modernis, dan nasionalis), koalisi ini lengkap. Ini koalisi yang merepresentasikan tiga blok sosiologis yang berbeda,” pungkasnya.
Metodologi Survei
Target populasi survei ini adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon/cellphone, sekitar 80% dari total populasi nasional. Pemilih yang punya cellphone/HP merupakan indikasi pemilih kritis karena mereka memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi sosial-politik dibanding yang tidak punya HP, dan karena itu cenderung kritis dalam menilai berbagai persoalan.
Pemilihan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD). RDD adalah teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak. Dengan teknik RDD sampel sebanyak 1212 responden dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening. Margin of error survei diperkirakan ±2.9% pada tingkat kepercayaan 95%, asumsi simple random sampling. Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih. Survei terakhir dilakukan pada 5-8 September 2023.