Baik elite, opinion leader, maupun massa pemilih nasional berpendapat integritas adalah kualitas personal yang sangat penting dalam menilai tokoh yang bersaing dalam pemilihan presiden maupun pemilihan kepala daerah. Setelah itu secara berurutan adalah kapabilitas, empati, akseptabilitas, dan kontinuitas.
Hal ini disampaikan CEO Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan saat menyajikan hasil penelitian SMRC tentang “Calon Wakil Presiden: Penilaian Elite, Opinion Leader, dan Massa Pemilih Nasional” di Jakarta (5/7).
Yang dimaksud integritas adalah bisa dipercaya, amanah, bersih dari cacat hukum, dari perbuatan tercela (moral). Kapabilitas berarti memahami masalah, tahu yang terbaik dan harus dilakukan, mampu memimpin. Empati berarti bisa memahami kondisi dan bersimpati pada rakyat yang kurang beruntung.
Sedangkan akseptabilitas berarti bisa diterima oleh berbagai kelompok masyarakat yang beragam, dipercaya bisa menjembatani berbagai kepentingan kelompok. Terakhir, kontinuitas berarti positif terhadap program dan kebijakan pemerintah sekarang yang dinilai positif dan bertekad untuk mendukung dan melanjutkannya.
Ada sejumlah nama-nama tokoh yang dinilai elite, opinion leader, maupun massa pemilih nasional berdasarkan 5 kualitas di atas dalam penelitian ini. Nama-nama tersebut dipilih berdasarkan atas informasi yang berkembang di media massa dan informasi awal dari elite dan opinion leader sebelum penelitian ini dilakukan.
Nama-nama tersebut adalah Agus Harimurti Yudhoyono, Ahmad Heryawan, Airlangga Hartarto, Anies Baswedan, Budi Gunawan, Chairul Tanjung, Gatot Nurmantyo, Grace Natalie, Joko Widodo (Jokowi), M Romahurmuziy, M Sohibul Iman, M Yusril Ihza Mahendra, M Zainul Majdi, M Jusuf Kalla, Mahfud MD, Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto, Puan Maharani, Said Aqil Siradj, Sri Mulyani Indrawati, Syafruddin, dan Zulkifli Hasan.
“Dari sekian banyak tokoh yang dinilai berdasarkan lima kriteria kualitas personal, elite menilai Jokowi adalah tokoh dengan skor rata-rata paling tinggi. Setelah Jokowi adalah Jusuf Kalla,” kata Djayadi.
Selanjutnya, tokoh yang masuk 5 besar secara berurutan adalah Mahfud MD, Airlangga Hartarto, Chairul Tanjung, Sri Mulyani Indrawati, dan Said Aqil Siraj.
Penilaian opinion leader tampak tidak berbeda dengan penilaian elite dalam hal tokoh dengan skor rata-rata paling tinggi. Jokowi tetap dalam posisi tersebut. Setelahnya, Jusuf Kalla.
Adapun tokoh yang masuk 5 besar menurut penilaian opinion leader secara berurutan adalah Mahfud MD, Sri Mulyani Indrawati, Said Aqil Siraj, Airlangga Hartarto, dan M. Zainul Majdi.
Lalu, bagaimana massa pemilih nasional menilai tokoh-tokoh tersebut? Berhubung massa pemilih nasional diyakini terlalu berat menilai para tokoh tersebut secara detil, maka penilaian disederhanakan menjadi suka atau tidak suka (akseptabilitas).
Tokoh yang paling disuka menurut opini massa pemilih nasional adalah Jokowi. Sementara tokoh-tokoh yang disukai di luar Jusuf Kalla dan Prabowo adalah Gatot Nurmantio, Sri Mulyani Indrawati, Mahfud MD, M. Zainul Majdi, dan Anies Baswedan.
Berdasarkan penilaian elite, opinion leader, dan massa pemilih nasional, tokoh yang dinilai paling tinggi dilihat dari 5 kriteria kualitas personal rata-rata di luar Jokowi, Jusuf Kalla, dan Prabowo tidak sepenuhnya sama. Meski begitu, ada 2 tokoh dengan skor penilaian tertinggi kualitas personal rata-rata yang diberikan oleh ketiga lapisan masyarakat yang diteliti, yaitu Mahfud MD dan Sri Mulyani Indrawati.
“Mahfud MD dan Sri Mulyani Indrawati konsistensi masuk dalam 5 besar dari penilaian 3 strata masyarakat tersebut,” tandas Djayadi.
Elite yang dimaksud dalam penelitian yang dilakukan pada akhir Mei 2018 ini adalah kelompok masyarakat yang dinilai sangat tahu informasi yang beredar di kalangan terbatas. Mereka tercakup politisi, teknokrat senior, intelektual nasional dengan reputasi luas, dan pengusaha yang masuk kelompok papan atas (masuk dalam 50 orang terkaya). Total elite yang menjadi responden 12 orang.
Adapun yang dimaksud opinion leader adalah orang-orang yang banyak ikut bersuara dan membentuk pendapat publik: pengamat, intelektual, atau peneliti yang biasa terekspos ke media massa, dan para pimpinan redaksi media massa. Total narasumber 93 orang.
Sementara massa pemilih nasional adalah semua warga negara Indonesia yang punya hak pilih yang dipilih secara random (survei nasional). Total responden 2206 orang. []